Tuesday, 20 May 2014

KOMPLEKSITAS MASALAH DESENTRALISASI DI INDONESIA

http://dennicca.files.wordpress.com/2010/02/siswa-papua.jpg
http://dennicca.files.wordpress.com/2010/02/siswa-papua.jpg
 Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai pulau-pulau yang tersebar didalamnya dan juga Indonesia adalah negara yang multikultur sehingga memiliki suku dan memiliki budaya yang berbeda-beda. Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi yang hanya ada di pusat, kemudian hanya memiliki satu kepala negara,  lalu satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, di mana pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan.

Indonesia adalah negara yang memiliki geografis yang tidak memungkinkan untuk menjadi negara kesatuan karena wilayah Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang tidak sedikit jumlahnya sehingga tidak memungkinkan hanya pemerintahan pusat yang mengatur seluruh wilayah Indonesia. Ditambah dengan struktur masyarakat Indonesia yang memiliki berbagai budaya yang terdiri dari berbagai macam adat istiadat. Dengan adanya berbagai macam varian budaya di dalam struktur masyarakat Indonesia mengakibatkan pluralisme hukum. Keberagaman hukum ini mengakibatkan kekacauan dan kebingungan. Sehingga bentuk negara kesatuan di Indonesia  tidak dapat menyelesaikan tuntutan sinergi berkelanjutan setiap daerahnya, tidak sesuainya pemusatan otoritas puncak hierarkis pada satu daerah.

Akan tetapi  pemerintah pusat memakai otonomi daerah sebagai bentuk jawaban dari tuntutan  akan permasalahan-permasalahan  yang ada di daerah agar terjadi pemerataan akan kekuasaan, sehingga daerah bebas dalam mengatur wilayahnya, sehingga daerah memiliki kesempatan untuk menjalani otonomi daerah dengan sepenuhnnya, sesuai dengan potensinnya.

Otonomi daerah yang diharapkan dapat mensejahterahkan masyarakat di tingkat daerah nyatanya belum tercapai sampai sekarang. Munculnya penyalahgunaan wewenang yang akibat dari masih belum rasionalnya pemikiran pejabat-pejabat publik yang masih dibanyangi mental-mental patrimonial yang ingin dilayani dan juga mental agraris yaitu mental petani yang hanya memikirkan perut saja “makan apa besok” sehingga terjadi banyak korupsi oleh para pemimpin-pemimpin, baik pemimpin nasional ataupun pemimpin lokal.

kemudian setelah itu, pemerataan ekonomi dan pembangunan yang lambat di daerah, jelas berbeda dengan pusat yang pemerataan ekonomi dan pembangunannya lebih cepat. Seperti contoh di papua barat yang minim akan infrastruktur umum. Infrasturktur itu diantaranya adalah penerangan jalan di daerah papua barat. Daerah ibukota provinsi saja masih minim penerangan jalan  lalu bagaimana dengan dearah-dearah pelosok yang ada di papua barat pasti lebih parah daripada ibukto provinsi. Minimnya infrastruktur akan rumah sakit, sekolahan, penerangan membuat kepala kampung seluruh wilayah papua barat mendatangi kantor gubernur untuk berdemonstrasi menuntut infrastruktur yang layak. Padahal jika dibandingkan dengan wilayah lain, papua barat memiliki kekayaan sumber daya alam yang kaya tetapi mengapa walupun sudah diterapkan otonomi daerah masih saja tidak terjadi pemerataan yang merata.  Keinginan Disintegrasi muncul disetiap daerah karena gagalnya otonomi daerah yang diterapkan. karena pemerintah pusat memberikan otonomi daerah hanya setengah-setengah atau tidak sepenuh hati. Karena masih adanya kontrol dari pemerintah pusat yaitu dekonsentarsi sebagai bentuk pengahalusan dari sentaralisasi. Rupanya pemerintah pusat tidak benar-benar memberikan kedaulatan sepenuhnya terhadap daerah, sehingga otonomi daerah di Indonesia tidak akan mendapatkan esensi desentralisasi yang sesungguhnya.  

Perlu adanya revolusi mental untuk merubah paradigma-paradigma lama menjadi paradigama baru yang lebih baik dan juga diharapkan lahirnya budaya politik yang sesuai dengan nilai-nilai budaya Nusantara yang bersahaja dan berkesinambungan. Karena selama ini mental kita masih dipengaruhi oleh mental kolonialisme. Mental kolonialisme yang erat kaitanya dengan kekerasan, sifat arogan yang ingin dihormati dan dilayani membuat rasa empati akan kepedulian antar sesama manusia terkikis oleh rasa individualisme,  yang hanya memikirnya dirinya sendiri tanpa peduli dengan yang lainya. Sifat arogan yang membuat dirinya dihormati orang lain menjadi kepuasan tersendiri bagi orang-orang bermental kolonialisme. Hal ini berimplikasi pada para pejabat-pejabat birokrasi dan para pemimpin negara ini yang bergaya elitis dan bersifat arogan sehingga bukanya melayani masayarakat akan tetapi ingin dilayani masyarakat dan juga akan menghalalkan cara apapun (korupsi) demi kesejahteraan dirinya sendiri. Bahkan mental kolonialisme tidak terlepas kedalam kehidupan  akademisi termasuk diantaranya dosen terhadap dosen, dosen terhadap mahasiswa dan kemudian mahasiswa terhadap mahasiswa yaitu yang masih menitikberatkan masalah senioritas. Senioritas sebagai sekat pembatas bagaimana akan bersikap dan bertutur kata.
.
Setelah revolusi mental menurut saya negera federasi adalah pilihan yang paling tepat untuk Indonesia. Karena di dalam negara federasi, bentuk pemerintahan yang terdiri dari negara bagian yang membentuk kesatuan yang disebut federasi. Masing-masing negara bagian memiliki otonomi khusus dan pemerintah pusat mengatur urusan yang dianggap nasional.  Kemudian, kelebihan negara federasi yaitu adalah UUD daerah tidak terikat dengan undang-undang negara, kepala dearah memiliki hak veto, Presiden berwenang mengatur hukum untuk negara sedangkan kepala daerah untuk daerah,  dan APBD untuk setiap daerah dan APBN hanya untuk negara. sehingga daerah dapat mengatur secara penuh tanpa ikut campur dari pusat yang sesuai dengan kondisi struktur masyarakatnya dan memanfaankan sumber daya alamnya secara maksimal.

1 comment:

  1. Revolusi mental itu JOKOWI. saya setuju.

    ReplyDelete